cengkareng, tempat terakhir aku melihatmu. teringat petikan hari itu. sejenak air mata telah membanjiri wajahku, namun tak setetespun ku hiraukan. terlintas bayang wajahmu. wajah yang dulu indah kini tak tau apa kabarmu. berbanjir air mata di kala terakhir aku melihatmu. hidupku hancur dalam detikan waktu. bak malam yang tak akan pernah kembali siang. bagai hujan yang tak pernah berhenti, takkan pernah membuat pelangi kembali menghias langit. bak padang tandus yang tak pernah terjamah air. bak padang salju yang takkan pernah disinari mentari.
harapan hidup yang dulu kau berikan, kini hilang, kau renggut kembali. aku bagaikan binatang jalang yang tercampakkan nasibnya. jangan untuk melangkah untuk berdiri pun aku tak mampu, bukannya tak bisa hanya tak mampu. entah kapan raga ini dapat bergerak seperti dulu lagi. ragaku bagai tanah retak yang tak pernah ditetesi air. sakit yang dulu kau ambil kini kau kembalikan bahkan dengan cara yang begitu menyakitkan.
biar hati ini menggapai asa, meraih cita walau tak sampai. walau gurat hati semakin melara, biar tangan kosong ini menjadi saksi bisu besarnya rasaku padamu. perih ini menjegal langkahku, buatku tak boleh teruskan langkahku. bukannya tak mampu hanya tak boleh. perihmu membuatku terus menengok kebelakang. mungkin luka akan hilang, walau aku tak tahu kapankah kemungkinan itu ada. tapi hati ini takkan pernah utuh kembali. kau buat hidup sempurna dan kau hancurkan kesempurnaan itu sendiri.
menatap lembayung senja menyadarkanku dari kelamnya cerita ini. menengok wajahmu bagai menusuk bilah pisau di pergelangan tanganku. mengingat pandangan matamu bagai menancapkan pedang permata tajam ke dada ini membunuhku, walau perlahan tapi pasti.
asa ini hanya bersamamu, cinta ini hanya untukmu, cita ini melayang hanya kepadamu. bayangmu menghantuiku, disetiap malam dingin yang panjang. wajahmu menyakitiku, disetiap detik yang tersisa dalam hidupku. anehnya sakiti ini buatku bahagia, sejujurnya tak ada sedikitpun keinginanku untuk hilangkan rasa perih ini. walau perih ini terus menghantuiku, menyakatiku atau bahkan membunuhku. sakit ini pertanda kau nyata. kau bukan hanya bualan hantu masa lalu. tapi kai lelaki pertama dan terakhir yang kucintai.
-selesai-
biar kurasakan tajamnya mata pisau
biar kurasakan sakitnya dicampakkan
biar kurasakan gurat hati yang melara
tapi satu yang tak akan pernah ingin kurasakan
kehilangan dirimu dan cintamu
Jakarta, 30 Januari 2011